Aku punya kawan. Lebih
dekat dari saudara. Berperawakan tinggi, tegap tapi nggak mau dibilang
mirip tentara. Punya pola pikir yang cenderung cerdik hampir ke licik
tapi tidak picik, dibalut gaya hidupnyanya yang serba sederhana. Dia
lebih memilih fungsi daripada gengsi. Misalnya, dia lebih mempertahankan
hape baheulaknya yang besarnya hampir ngalahin gagang telpon umum
daripada beli yang baru nan canggih. "Buat apa beli yang baru, yang ini
masih bisa nelpon, sms-an, plus kalau ngelempar anjing galak bisa
langsung semaput", kilahnya. Atau kalau dikasi uang Rp100 ribu buat beli
sepatu, pasti yang dibelinya sepatu murah yang bisa dapat 2 pasang atau
bahkan 3 pasang (kalau ada penjual yang rela rugi).
Nggak pernah sekalipun kudengar dia membanggakan diri sendiri. Mungkin karena memang nggak ada yang bisa dibanggakannya (dari segi materi). But, he doesnt care about it (makasi google, jadi bisa bahasa inggris). Paling nggak suka sama ke-formal-an. Apalagi sama gaya hidup kaum bourjuis yang mubazir.
Itulah kawanku, yang prinsip hidupnya mirip Ten Commandement yang Allah turunkan di masa nabi Musa. Tidak mata duitan, walaupun kadang sering ngutang. Bicaranya lugas dan tegas walau lebih sering diselingi sindiran dan ejekan. Kepolosannya malah sering menjadikan ia sebagai kambing hitam kawan-kawannya yang iri. Tapi dia nggak ambil pusing (malah kupikir dia autis yang apatis). Dia tetap menjalani hidupnya dengan tetap bersyukur. Karena rezeki bersumber dari Allah, dengan dasar itu dia tak takut kalau dimusuhi teman-teman sekantornya atau bahkan dipecat dari pekerjaannya sekarang.
Itulah kawanku, aku bangga bisa berteman dengannya.
Nggak pernah sekalipun kudengar dia membanggakan diri sendiri. Mungkin karena memang nggak ada yang bisa dibanggakannya (dari segi materi). But, he doesnt care about it (makasi google, jadi bisa bahasa inggris). Paling nggak suka sama ke-formal-an. Apalagi sama gaya hidup kaum bourjuis yang mubazir.
Itulah kawanku, yang prinsip hidupnya mirip Ten Commandement yang Allah turunkan di masa nabi Musa. Tidak mata duitan, walaupun kadang sering ngutang. Bicaranya lugas dan tegas walau lebih sering diselingi sindiran dan ejekan. Kepolosannya malah sering menjadikan ia sebagai kambing hitam kawan-kawannya yang iri. Tapi dia nggak ambil pusing (malah kupikir dia autis yang apatis). Dia tetap menjalani hidupnya dengan tetap bersyukur. Karena rezeki bersumber dari Allah, dengan dasar itu dia tak takut kalau dimusuhi teman-teman sekantornya atau bahkan dipecat dari pekerjaannya sekarang.
Itulah kawanku, aku bangga bisa berteman dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar