Siang itu, jam 15.00, cuaca terasa sangat terik. Aku memacu sepeda
motorku lumayan kencang, berharap hembusan angin bisa sedikit meredam
panasnya sinar mentari. 15 menit kurang sikit, aku terhenti oleh lampu
merah di perempatan Glugur (RS dr Rusdi). Kuperhatikan satu persatu raut
wajah pengendara lainnya yang rada jutek, karena panasnya hari yang
memang tak bersahabat buat kami (tapi sangat membantu untuk mengeringkan
cucian 2 ember).
Disampingku, mobil mewah dengan plat merah,
berdiri dengan gagah. Berbalut kaca hitam yang tak tembus dari pandangan
orang di luar. Dengan fasilitas lengkap. "Enaknya jadi orang kaya,"
pikirku seraya mengkhayal.
Disela khayalan tingkat tinggi itu,
aku dikejutkan suara seorang nenek yang terbungkuk-bungkuk meminta
sedekah. Yahhh... Apa mau dikata. Aku hanya bisa minta maaf. Karena
uangku memang sudah sangat pas-pas-an.
Dengan langkahnya yang
gontai dan raut muka yang sedih, sang nenek melanjutkan 'ekspedisinya'
menuju mobil mewah di sampingku. Sambil memelas, ia mengangkat tangannya
yang penuh keriput mengharap sedekah dari sang Empunya mobil. Semenit
berlalu tanpa ada tanggapan dari orang kaya di dalamnya. Bahkan hanya
untuk bilang tak ada uang kecil, apalagi untuk mengucapkan maaf. Kaca
mobil yang legam tetap kokoh tertutup. Melindungi tuannya dari si nenek.
Kembali
gagal untuk kedua kalinya, si nenek pun kembali ke trotoar. Karena
memang Traffic Light sudah berwarna hijau, tandanya aku harus meneruskan
perjalanan yang masih lumayan jauh. Belum sampai si nenek ke
'basecampnya', seorang lelaki setengah baya mengendarai sepeda butut
menyodorkan uang kertas 5 ribuan. Tak urung si nenek terkejut tapi
senang, dan langsung memantrai si pengendara sepeda butut itu dengan
berbagai doa. "Amiiin," kata Bapak itu sambil tersenyum.
Di siang
yang panas di perempatan jalan itu, seketika nalarku yang selama ini
membentuk definisi bahwa orang kaya adalah orang yang punya mobil, rumah
besar, istri satu tapi selingkuhan banyak, hancur seketika. Aku kembali
bertanya, yang mana orang kaya sebetulnya? Sang pemilik mobil mewah
atau lelaki dengan sepeda butut ala Umar Bakrinya?
Kembali kupacu sepeda motorku sambil terus menyusun dan memperluas penalaran otakku. Supaya tak lagi berpikiran sempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar