Ada sebuah hadist yang berbunyi, “Barangsiapa yang suka dilapangkan
rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”
Hadits
ini di riwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, Kitabul Adab, bab Man
Busitha Lahu Minar Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429). Muslim dalam
Shahihnya, Kitabul Birri Wal Shilah Wal Adab, bab Shilaturrahim Wa
Tahrimu Qathi’atiha (16/330). Abu Daud dalam Sunannya, kitab Az Zakat,
Bab Fi Shilaturrahmi no. 1693, dengan lafadz.
-----------------------
Minggu
kemarin, (13/11) cuaca cukup cerah, meski agak gerah tapi lumayanlah
buat menjalankan misi mengantarkan undangan pernikahan seorang sohib
karib. Rencana sudah tersusun rapi. Pukul 11.30 Wib, servis kereta.
Sambil nunggu selesai servis, si Bembeng ku sms supaya datang ke bengkel
ngambil undangannya sendiri. Lumayan, jadi ada kawan ngobrol.
Ngalor
ngidul, mulai dari ngebahas kemenangan Manny Pacquiao yang siang itu
duel versus Marquez hingga curhat tentang teman wanita (baca: pacar)
Bembeng. Sesekali aroma bakso yang warungnya pas disebelah bengkel
mengganggu ketentraman perut yang kebetulan cuma diisi setengah porsi
sarapan. Meski ketentraman curhat juga diusik geberan kereta yang sedang
disevis, kedalaman dan kekhusyukan curhat masih terjaga.
Hingga
pukul 13.15 keretaku belum juga siap di servis. Sedangkan si kawan
sudah minta izin mau kencan sambil nyebar undangan juga (makin banyak
misi penyebaran undangan akhir-akhir ini kurasa). Apalagi sudah janji
bertemu dengan Suryaman di Titipapan 15 menit lagi.
13.30
tepat, akhirnya kereta selesai. Langsung tancap gas menuju Titipapan,
karena Suryamannya sudah ngolling beberapa kali. Mungkin karena panasnya
siang itu, orang yang mau jalan-jalan jadi mengundurkan waktu ke sore
hari, hasilnya jalanan sepi.
Kurang dari 10 menit sudah
sampe ke tujuan. Setelah jumpa dengan Suryaman, kami langsung berangkat
lagi ke tambaknya Rizal, teman satu sekolah (SMP dan SMU) dulu.
Masuk
dari simpang Lamhotma, terus aja, ada rusun, terus aja, ada pos
Marinir, terus aja, sampek ada umbul-umbul merah, itulah isi sms si
Rizal memberitahukan 'alamat lengkap' menuju tambak kepitingnya. Satu
dari sekian banyak usaha yang dilakoninya. Tapi sayang, meski sudah di
sms dengan alamat super lengkap, kami masih saja berhenti untuk menelpon
dan memastikan nggak kesasar.
Perjuangan belum berakhir.
Sampai di depan gang masuk menuju tambak, kami dihadapkan pada jalan
kecil belum diaspal yang hancur berselemak lumpur dan sisinya berbatasan
langsung dengan tambak. Mau ambil kiri ata kanan jalan, takut
tergelincir masuk ke tambak. Akhirnya ambil jalan tengah yang harus
berjibaku dengan lumpur lumayan dalam. Kereta yang baru saja di dorsmer
pun kembali belepotan.
Nyali masih diuji. Kami masih harus
melalui jembatan kayu seadanya yang melengkung dengan lebar kira-kira
setengah meter. Selip sikit, kereta nyemplung. Bukan main gembiranya
Suryaman saat berhasil melewati rintangan terakhir itu. Padahal kukira
dia nyebrang sambil terkencing sikit (upss..).
Rizal,
pemilik tambak sekaligus kawan yang akan kami temui ini rupanya sedang
tertidur pulas di dalam rumah panggung yang dindingnya tak menutup
dengan sempurna ditemani lagu dangdut dari sebuah radio lama bertenaga 4
baterai.
"Sorry, ketiduran. Capek kali aku, belum ada istirahat
dari semalam," katanya setelah kubangunkan sambil menuangkan segelas air
untuk diminum.
Cemmana gak tidur, angin sepoi-sepoi di
udara yang cerah itu pasti bisa membius siapapun. Di ruangan 2x2 meter
berdinging kayu itu percakapan kami mulai mengalir.
Rizal,
dengan gigi depannya yang barusan tanggal langsung saja dihujani
pertanyaan oleh Suryaman. Pak guru yang ngefans sangat sama Dahlan Iskan
ini layaknya seorang wartawan, mencerca Rizal dengan pertanyaan seputar
usaha. Karena memang dibalik penampilannya yang biasa (terlalu biasa
malah, atau bilang saja mirip gembel) itu, Rizal adalah seorang
pengusaha yang bisa dibilang sukses.
Usahanya melingkupi
segala bidang. Dari periklanan hingga peternakan. Lahannya tersebar dari
Sumatera hingga Kalimantan. Langsung terbayang omset ratusan juta
hingga miliaran yang masuk ke rekeningnya. Sangat kontras kalau dilihat
dari penampilannya yang super sederhana. Beda dengan orang-orang
setengah sukses yang kukenal. Yang langsung ditunjukkan dengan handphone
canggih ataupun kendaraan yang mahal lagi kinclong lengkap dengan
tampang angkuhnya.
"Matematika manusia itu beda dengan
matematikanya Tuhan. Kalau kita dalam berusaha terlalu pelit untuk
menghidari kerugian, nanti malah rugi. Tapi kalau dengan usaha kita itu
kita banyak bersedekah, Insya Allah pasti selalu mujur," tutur Rizal
dengan yakinnya.
"The More you give, the more you get,"
sambungnya yang kali ini pakai bahasa Inggris (padahal waktu sekolah
dulu sering cabut kalau ada pelajaran Bahasa Inggris).
Sambil
bercerita, sesekali tatapan kuarahkan ke pemancing yang sukses menarik
ikan. Memang, tambak kepitingnya di multifungsikan sebagai kolam
pemancingan. Penghuninya ada mujahir juga bandeng.
Semilir
angin yang membawa aroma laut disertai obrolan yang menarik plus
gorengan maknyus adalah jurus hebat membunuh waktu. Mulai dari soal
investasi hingga ke klenik mewarnai perbincangan, hingga tak terasa
langit mulai gelap ditinggalkan mentari. Waktunya kembali ke rumah,
jangan sampai ketinggalan nonton Indonesia vs Thailand.
Eh,
pas mau pulang dibawain hasil tambak segoni. Serba salah, mau nolak
tapi butuh (dah lama gak makan kepiting super). Memang betul,
silaturahmi buat umur makin panjang plus rezeki makin tambah. Kutanamkan
di benakku, kalau sowan ke tambak lagi harus bawa goni sendiri. Yang
lebih besar. Biar bisa muat buanyak (haduh...).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar