Ahlan wa Sahlan

Bagi para pencari video porno berformat 3gp atau apapun, gambar bugil, atau apa saja yang berbau mesum, seks dan narkoba, jangan harap bisa menemukannya di blog ini. Artikel di blog ini adalah curahan hati kaum lemah yang selalu dipinggirkan oleh hukum yang berlandaskan materi semata.

Selasa, 27 Desember 2011

Antara Kucing, Anjing dan Manusia

Setahun yang lalu, kucing yang sering nyuri ikan di rumahku (sebut saja Si Garong) menghamili kucing dari gang sebelah (Katty, bukan nama sebenarnya -red). Tepat 63 hari setelahnya, lahirnya seekor kucing betina (Pussy, nama asal). Seperti lazimnya di dunia kucing, sang anak dipelihara emaknya. Sedangkan bapaknya, asyik nyari kucing betina lain.

Kemarin, kulihat perut Pussy blendung. Setelah diinvestigasi sehari semalam, ia akhirnya ngaku sang Bapak yang menghamilinya. Langsung saja kucari Si Garong. Tapi sayang, setelah ketemu, Garong mengaku terkena Alzheimer (pikun). Malahan dia ngotot dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk dirawat ketika kuputuskan untuk merazamnya.

Sekarang Pussy pun ikutan mencuri. Padahal setiap kami makan, selalu disisakan buatnya. Alasannya, makannya tambah banyak karena janin yang dikandung.

REVOLUSI adalah SOLUSI (?)

Bagi Karl Marx, negara adalah lembaga yang reperesif. Lembaga ini ditungganggi oleh kelas menengah dan kaum borjuis demi kapital. Akhirnya, negara menjadi penindas yang efektif untuk melanggengkan kekuasaan kaum borjuis. Oleh sebab itu, menurut Marx, negara merupakan penjelmaan pertentangan kekuatan ekonomi. Negara digunakan oleh pemilik alat-alat produksi, untuk menindas golongan yang lemah secara ekonomi.

Perlu sebuah revolusi sosial untuk mengubah hal tersebut. Revolusi ini merupakan sebuah cara yang untuk mengubah tendensi eksploitatif negara. Hanya dengan revolusi saja perubahan mengakar dapat terjadi.

Lalu, apakah hakikat revolusi? Menurut Marx, revolusi sendiri tidak semata-mata perubahan yang terjadi secara cepat. Revolusi, sebagai perubahan sosial yang sangat mendasar, tidak menyisakan apa pun dari keadaan sebelumnya.

Revolusi harus menyangkut perubahan yang sangat fundamental, menyeluruh dan bersifat multidimensional. Di sini, seluruh sendi politik, hukum hingga pemerintahan, digantikan secara radikal.

Persoalannya, siapa yang harus melakukan revolusi sosial? Bagaimana revolusi itu harus berjalan? Apa saja syarat-syarat revolusi? Kelas proletarlah yang harus melakukan revolusi. Kelas proletar adalah kelompok yang tersingkirkan, termiskinkan oleh sistem ataupun organisasi kontemporer dan produksi industri. Revolusi menjadi pilihan karena Marx yakin bahwa perbaikan kelas tertindas tidak dapat dilakukan hanya dengan kompromi. Hal yang dapat dilakukan adalah melakukan perjuangan kelas.

Silaturahmi Membawa Berkah

Ada sebuah hadist yang berbunyi, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”

Hadits ini di riwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, Kitabul Adab, bab Man Busitha Lahu Minar Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429). Muslim dalam Shahihnya, Kitabul Birri Wal Shilah Wal Adab, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/330). Abu Daud dalam Sunannya, kitab Az Zakat, Bab Fi Shilaturrahmi no. 1693, dengan lafadz.

-----------------------

Minggu kemarin, (13/11) cuaca cukup cerah, meski agak gerah tapi lumayanlah buat menjalankan misi mengantarkan undangan pernikahan seorang sohib karib. Rencana sudah tersusun rapi. Pukul 11.30 Wib, servis kereta. Sambil nunggu selesai servis, si Bembeng ku sms supaya datang ke bengkel ngambil undangannya sendiri. Lumayan, jadi ada kawan ngobrol.

Ngalor ngidul, mulai dari ngebahas kemenangan Manny Pacquiao yang siang itu duel versus Marquez hingga curhat tentang teman wanita (baca: pacar) Bembeng. Sesekali aroma bakso yang warungnya pas disebelah bengkel mengganggu ketentraman perut yang kebetulan cuma diisi setengah porsi sarapan. Meski ketentraman curhat juga diusik geberan kereta yang sedang disevis, kedalaman dan kekhusyukan curhat masih terjaga.

Hingga pukul 13.15 keretaku belum juga siap di servis. Sedangkan si kawan sudah minta izin mau kencan sambil nyebar undangan juga (makin banyak misi penyebaran undangan akhir-akhir ini kurasa). Apalagi sudah janji bertemu dengan Suryaman di Titipapan 15 menit lagi.

Antara TKI dan Sapi

Iming-iming perkerjaan dengan gaji besar membuat TKI menjadi komoditi eksport paling menguntungkan. Gelarnya tak tanggung, Pahlawan Devisa. Kenapa dibilang pahlawan? Mungkin karena nasibnya hampir sama denganpahlawan-pahlawan di negara ini. Meski bertaruh nyawa berjuang demi tanah air, kebanyakan dari mereka berakhir tragis. Dikucilkan,dilupakan dan terbuang oleh bangsa sendiri.

TKI yang lebih dari separuhnya bermodal nekat, hanya bagian kecil dari rakyat Indonesia yang pesimistis dengan keadaan negeri ini yang tak henti diaduk para politikus rakus. Lapangan kerja yang sedikit diperparah dengan perselingkuhan penguasa dengan pengusaha yang sangat ketat menerapkan hukum ekonomi. Ujung-ujungnya, rakyat gerah tinggal di negari sendiri. Mungkin masih untung mereka milih keluar negeridaripada bentuk negara lagi.

Jumat, 23 Desember 2011

Akhlakul Karimah - (Terorisme + Cuci Otak)

Once upon a time, hiduplah seorang kakek yang tinggal sebatang kara di dalam gubuk reot yang tepat berada di depan istana megah seorang gubernur. Di suatu siang yang terik, datang seorang utusan gubernur yang menyampaikan perintah penggusuran rumah si kakek karena akan segera dibangun rumah ibadah (walaupun mungkin alasan sebenarnya rumah reot si kakek menggangu pemandangan).

Tak terima dengan keputusan penggusuran itu, si kakek menangis, meronta dan memohon agar rumahnya tidak digusur. Setali tiga uang dengan keadaan sekarang, sang gubernur menutup telinga, mata dan mulutnya.

 Frustasi, si kakek memutuskan mengakhiri hidupnya dengan seutas tali. Sesaat memuluskan niatnya, terbersit harapan untuk menyelamatkan rumahnya yaitu dengan melapor ke presiden.

Dengan hanya berbekal tekad yang bulat (tidak lonjong apalagi segitiga), ia tempuh perjalanan beratus kilometer untuk menyampaikan keluhannya.

Singkat kata singkat cerita (berhubung lagi kejar deadline, dengan terpaksa tidak dijelaskan secara detail perjalanan si kakek), akhirnya sampailah ia di pusat pemerintahan. Segera dicarinya Pak Presiden yang menjabat waktu itu.

Konsekuensi Konstanta

Dalam matematika, konstanta atau tetapan adalah suatu nilai tetap. Salah satu konstanta bisa ditemukan dalam rumus luas lingkaran, yaitu π (phi). Phi nilainya tetap 22/7 atau 3,14. Jika diubah, makanya hasilnya pasti akan salah.

Konstanta, meski dirancang pemikiran manusia, dijalankan layaknya hukum Tuhan. Didoktrin ke pikiran sedari kecil dan dijalankan tanpa berubah secuil. Siapapun yang menggeluti ilmu pasti, harus tunduk pada ketetapan ini.

Konstanta bukan sembarang hukum. Meski nilai π ditetapkan dan ditemukan 1000 tahun lalu oleh Zu Chongzhi --seorang matematikawan dan ilmuwan terkenal di Tiongkok kuno tepatnya zaman Dinasti Tang-- masih jadi panutan hingga sekarang. Ini karena kegunaannya tak bisa dianggap sepele. Sebuah roket tak akan bisa menerobos atmosfer jika terdapat kesalahan pada salah satu konstantanya. Ataupun perhitungan kalender Bangsa Maya yang katanya 2012 bumi kiamat ternyata tidak tepat gara-gara tidak digunakannya ‘jasa’ konstanta. Hasilnya, terdapat jurang perbedaan hitungan yang lumayan dalam, yaitu 50-60 tahun jika kalender Maya dikonversi ke Gregorian.

Berbeda 360 derajat jika membandingkan hukum ilmu sains dengan hukum ‘biasa’. Namanya juga hukum’biasa’, penggunaannya pun biasa-biasa saja. Atau boleh dibilang kadang digunakan, kadang ditinggalkan. Tergantung fulus yang beredar dan banyaknya relasi yang seliweran atau duduk di ‘level atas’.

That's my buddy...

Aku punya kawan. Lebih dekat dari saudara. Berperawakan tinggi, tegap tapi nggak mau dibilang mirip tentara. Punya pola pikir yang cenderung cerdik hampir ke licik tapi tidak picik, dibalut gaya hidupnyanya yang serba sederhana. Dia lebih memilih fungsi daripada gengsi. Misalnya, dia lebih mempertahankan hape baheulaknya yang besarnya hampir ngalahin gagang telpon umum daripada beli yang baru nan canggih. "Buat apa beli yang baru, yang ini masih bisa nelpon, sms-an, plus kalau ngelempar anjing galak bisa langsung semaput", kilahnya. Atau kalau dikasi uang Rp100 ribu buat beli sepatu, pasti yang dibelinya sepatu murah yang bisa dapat 2 pasang atau bahkan 3 pasang (kalau ada penjual yang rela rugi).

Nggak pernah sekalipun kudengar dia membanggakan diri sendiri. Mungkin karena memang nggak ada yang bisa dibanggakannya (dari segi materi). But, he doesnt care about it (makasi google, jadi bisa bahasa inggris). Paling nggak suka sama ke-formal-an. Apalagi sama gaya hidup kaum bourjuis yang mubazir.

Kamis, 22 Desember 2011

Politik... Okhhh... Politik

Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. (1)

Suasana perpolitikan negeri ini ternyata sudah menular ke level yang lebih rendah, yaitu perusahaan. Banyak karyawan yang berpolitik praktis, bahkan malah ada yang buat parpol di perusahaannya. Berikut hasil pengamatan saya tentang beberapa parpol yang biasanya berdiri di setiap perusahaan.

1. Partai Obral Janji (POJ)
Partai ini termasuk kedalam partai elite, karena memang anggota partai terdiri dari para atasan yang suka mengobral janji layaknya politikus asli yang lagi kampanye.

2. Partai Penjilat Bersama (PPB)
Partai kedua terbesar ini sebenarnya adalah hasil peleburan beberapa partai yang mempunyai ideologi yang sama, seperti Partai Angkat Telor (PAT), Partai Tukang Ngadu (PTN), Partai Iri Dengki (PID) dan Partai Lidah Panjang (PLP). Moto partai ini merupakan modifikasi dari Hukum Ekonomi, yaitu bekerja minimal tapi jabatan maksimal. Tapi biasanya, internal partai sarat dengan persaingan gara-gara urusan jilat menjilat.

Kisah Sang Pecinta Alam.... (bukan Alam Mbah Dukun)

Di suatu malam yang dingin dan diiringi gelegar halilintar yang terus menyambung, aku membongkar sebuah akun fesbuk milik seorang teman. Kulihat satu persatu album fotonya. Terlihat olehku foto-fotonya saat mendaki gunung menuruni lembah layaknya Ninja Hattori. "Wuihhhh... Mantap kali bah...," pikirku. "Masih aktif aja wak ini," pikirku lagi yang kali ini disertai perasaan iri.

Ingatanku langsung kembali ke masa lalu, saat dimana aku masih muda dan energik untuk menaklukkan puncak gunung Sibayak hingga Sinabung, menyusuri hutan Sibolangit hingga Bukit Lawang. Bersama rekan-rekan seperjuangan. Dari masa SMA hingga kuliah dan berakhir ketikaku melepas masa lajang.

----------------

Aku senyum-senyum sendiri ketika ingat masa-masa kemaruk camping di Bukit Lawang. Setiap liburan, pasti selalu dihabiskan membelah kesunyian Hutan Leuser. Merasakan segarnya udara yang memang masih bersih, menyelam di dinginnya aliran sungai, hingga menyusuri hutan guna mencari tempat di ujung sungai yang katanya ada bule mandi bugil (walaupun berhasil mengintip, tapi sialnya ketahuan guide dan langsung diancam pakai parang supaya jangan pernah memasuki wilayah itu lagi dengan alasan sang bule nggak suka 'daerah kekuasaanya' dimasuki 'warga asing').

Alhasil, kami pun menjelajah ke bawah. Tempat tujuan berikutnya adalah camping ground yang biasanya dihuni banyak cewek. Tak jarang kami dapat konsumsi gratis hasil dari menggombal. Lumayanlah buat ganjal perut yang dulu masih six pack. Daripada makan hasil masakan koki kami, nasi campur mie yang dimasak sekaligus guna menghemat waktu dan tenaga. Karena memang kalau camping, kami tak pernah mengajak seorang cewek pun. Takut terjadi hal-hal yang diinginkan.

Teringat juga saat menikmati malam yang syahdu, ditemani tebaran bintang dan cahaya rembulan yang lembut membelah gelapnya malam. Diiringi petikan gitar, didepan api unggun menyanyi apa adanya, bersenda gurau. Pikiran serasa terbebas dari hiruk pikuk dan masalah. Walau ada peristiwa aneh bin ajaib. Pas tengah malam, ada suara kumpulan orang yang sedang berdzikir. Padahal saat itu hanya ada kami yang camping disitu. Asoy geboylah pokoke.

Bangsaku, Bangsa yang Latah

Abdurrahman Wahid (yang akrab dipanggil Gus Dur) adalah Presiden Republik Indonesia yang keempat. Beliau menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Masa kepresidenan yang dimulai pada 20 Oktober 1999 berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli
2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Di saat kepemimpinan Gus Dur, banyak yang mencibir hanya karena fisik Gus Dur yang tak sempurna. Banyak yang malu punya presiden buta. Apalagi Gus Dur sering melontarkan guyonan khasnya plus kebijakannya yang sering menuai demo. Dari membuka hubungan dengan Israel hingga membubarkan DPR. Gus Dur seakan jadi musuh no.1 bangsa ini. Beliau pun harus rela melepaskan kursi kepresidenan dan digantikan oleh Megawati.

Rabu, 30 Desember 2009, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Gus Dur meninggal di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta akibat beberapa komplikasi penyakitnya. Gus Dur yang semasa hidupnya sering menerima hujatan, ketika berpulang malah mendapat segudang pujian. Malah ada yang mengusulkan agar Gus Dur diberi gelar pahlawan, walaupun ujung-ujungnya, sekelompok orang yang
mengusulkan itu punya maksud tertentu.

Kisah Gus Dur hanya satu dari beberapa kisah yang menunjukkan betapa plin-plannya bangsa ini. Ketika ada satu kelompok yang benci pada seorang tokoh, kelompok lain pun ramai-ramai ikutan membenci. Walau mereka tak tahu dari segi mana mereka mengambil sudut pandang.

(Mana) Madu dan (Mana) Racun...

Belum seminggu aku beli sebotol madu dari seorang teman istriku yang dengan sedikit beriklan dia bilang madunya 100% asli dengan harga lumayan miring. Karena rekomendasi dari sang teman yang mungkin juga diimingi komisi, istriku membelinya. Tepat kemarin sore, di tv ada acara yang berisi tentang madu. Dari khasiat madu (asli) yang tak perlu dipertanyakan lagi, cara membuat madu (yang sudah pasti nggak asli lagi), hingga cara membedakan yang asli dan palsu.

Kalau dahulu, untuk mengetahui madu palsu hanya dengan cara memberikan madu ke semut, memasukkannya ke lemari pendingin atau dengan menceplokkan sebutir telur. Kalau madu di'keroyok' semut, membeku dan telur yang diceplok tidak masak-- berarti madunya palsu. Tapi seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kelemahan madu palsu bisa di tutupi dengan menambahkan tepung kanji (supaya semut nggak suka), glukosa (agar tak membeku di lemari es) dan cuka (supaya telurnya bisa masak).

Ada virus, tentu juga ada anti virus. Bagaimanapun canggihnya si pembuat madu palsu menipu, masih juga ada kelemahan terhadap buatannya itu. Yaitu dengan cara dipanaskan. Jika dipanaskan hingga mendidih, dan setelah didinginkan si madu ternyata menggumpal keras, madu itu sah mendapat titel MADU PALSU. Dan setelah di uji lab, madu yang kubeli dari teman istriku itu ternyata madu palsu.

Irfan dan Sepeda Butut

Namanya Irfan. Kalau dilihat dari perawakan, umurnya kira-kira 20-an tahun. Ia bekerja di sebuah perusahaan di Medan sebagai tenaga pemasaran. Dia mungkin orang biasa, tapi tanpa dia sadari, ia telah memberikan pelajaran luar biasa untukku.

Dini hari itu langit cerah. Aku selesai kerja pukul 2 pagi. Seperti biasa, sambil menunggu seorang teman, aku memanaskan kereta. Aku mencari keretaku diantara barisan kereta yang terparkir, tapi mataku alah tertuju pada sebuah sepeda dengan keadaan kupak kapik karena bannya yang sudah koyak. Siapa yang berani memarkir sepeda di barisan kereta keluaran baru ini pikirku. Sudah tak layak pakai pula lagi.

Tak lama kemudian, si pemilik sepeda, muncul dengan membawa dagangannya. Wajahnya yang lugu sedikit bingung saat melihat kendaraannya yang tak bisa dinaiki lagi. Sang satpam yang iba, langsung menganjurkannya supaya numpang. Karena memang jalan pulang yang kami lalui searah dengan tujuannya, sang satpam pun meminta tolong kepada salah seorang teman untuk bersedia memberikan tumpangan.

Tanpa basa-basi, aku dan teman-teman yang lain, yang kebetulan masih satu divisi langsung menginterogasinya. Karena kami heran, kenapa masih ada karyawan yang naik sepeda? Padahal setiap hari, lahan parkir yang semakin disesaki mobil bagus, pertanda perusahaan tempatnya bekerja sudah bisa dikategorikan sebagai perusahaan maju.

Irfan, si pengendara sepeda itu langsung bercerita. Ia telah bekerja di perusahaan itu selama lebih kurang 8 tahun. Masa kerja yang lebih lama dariku. Ia tinggal di Jl. Ngalengko, di belakang RSU Pirngadi. Setiap malam, berangkat dari rumah ke tempatnya kerja yang berjarak sekitar 10km untuk mengambil barang dagangannya yang akan dipasarkan di Simpang Limun hingga Jl. Gajahmada. Rutinitasnya itu dilakukan dengan berjalan kaki, hingga suatu saat atasannya berbaik hati memberinya sepeda.

Siapa yang Kaya???

Siang itu, jam 15.00, cuaca terasa sangat terik. Aku memacu sepeda motorku lumayan kencang, berharap hembusan angin bisa sedikit meredam panasnya sinar mentari. 15 menit kurang sikit, aku terhenti oleh lampu merah di perempatan Glugur (RS dr Rusdi). Kuperhatikan satu persatu raut wajah pengendara lainnya yang rada jutek, karena panasnya hari yang memang tak bersahabat buat kami (tapi sangat membantu untuk mengeringkan cucian 2 ember).

Disampingku, mobil mewah dengan plat merah, berdiri dengan gagah. Berbalut kaca hitam yang tak tembus dari pandangan orang di luar. Dengan fasilitas lengkap. "Enaknya jadi orang kaya," pikirku seraya mengkhayal.

Disela khayalan tingkat tinggi itu, aku dikejutkan suara seorang nenek yang terbungkuk-bungkuk meminta sedekah. Yahhh... Apa mau dikata. Aku hanya bisa minta maaf. Karena uangku memang sudah sangat pas-pas-an.

Dengan langkahnya yang gontai dan raut muka yang sedih, sang nenek melanjutkan 'ekspedisinya' menuju mobil mewah di sampingku. Sambil memelas, ia mengangkat tangannya yang penuh keriput mengharap sedekah dari sang Empunya mobil. Semenit berlalu tanpa ada tanggapan dari orang kaya di dalamnya. Bahkan hanya untuk bilang tak ada uang kecil, apalagi untuk mengucapkan maaf. Kaca mobil yang legam tetap kokoh tertutup. Melindungi tuannya dari si nenek.

The Rice Of War Story

Tak sengaja remote control yang kupegang mengarah ke stasiun tv yang sedang menayangkan acara kuliner di Jogja. Sang presenter mampir ke salah satu warung yang menjajakan sebungkus dengan lauk sambal tempe yang akrab disebut Nasi Kucing, yang menjadi makanan favorit anak-anak mahasiswa, apalagi saat akhir bulan tiba.

Tanpa sadar pikiranku pun melayang terbang tinggi kembali ke masa perkuliahan dulu. Masa dimana aku masih menjadi seorang mahasiswa yang urakan. Dengan celana jeans lusuh, baju monza, ditambah sandal jepit yang setia menemani kemana pun aku melangkah. Sekilas memang seperti mahasiswa yang nggak mau kuliah, padahal aku cuma mahasiswa bokek.

Seperti biasanya, mahasiswa bokek biasanya berteman dengan mahasiswa bokek lainnya. Jadi bisa dibayangkan, kalau jalan bergerombolan, kami layaknya para pendekar pengemis di pilem-pilem silat Tionghoa. Ditambah dengan sedikit tampang garang, jika kami berjalan menyusuri lorong-lorong kampus, tak sedikit mata yang memandang. Mungkin dalam hati mereka, " Kalau saja orang ini berpakaian rapi, pasti banyak cewek yang ngantri." Padahal sama saja, rapi atau tidak rapi, kami tetap jomblo sejati.

Tahun 2000 adalah tahun dimana perekonomian lagi seret dibantai krisis moneter. Mau gak mau, ikat pinggang harus diketatkan. Kalau perlu disumpal dengan batu. Biar perut bisa nampak berisi. Tak jauh beda dengan mahasiswa di Jogja yang meramaikan warung nasi kucing di saat bulan tua tiba. Cuma nama nasinya yang beda. Kalau di Jogja disebut nasi kucing, kami di Medan lebih keren. Namanya Nasi Perang alias The Rice Of War (agak maksa). Trus, kalau anak Jogja banyak makan nasi kucing di akkhir bulan, kami makan nasi perang setiap hari tanpa mengenal bulan tua atau muda. Karena pada hakekatnya, hari demi hari yang kami lalui adalah bulan tua.

Balada Dua Sahabat

Once upon a time, Indonesia dan Malaysia, dua sahabat yang juga hidup bertetangga terlibat adu mulut. Persahabatan yang sebelumnya terikat erat dan harmonis, terancam putus akibat ulah Malaysia yang keras kepala. Untung saja sifat Indonesia yang sabar, cuek dan selalu mengalah bisa meredam perselisihan.

Malaysia : Woi... Indon... Awak tengoklah ni... TKI awak kami siksa dan perkosa.

Indonesia : Ndak apa-apalah... Kami masih bisa kirim TKI ratusan ribu bahkan jutaan lagi ke sana.

Malaysia : Engkau tengoklah ni... Pulau-pulaumu kami ambil alih... Karena kau tak bisa memeliharanya...

Indonesia : Ya sudah lah... Toh, masih ada 30 ribuan lagi. Capek deh ngurusin semua.

Malaysia : Kalau begitu... Kami akuisisi juga Reog, Angklung plus Tari Pendet kalian.

Karena perbuatan Malaysia yang sudah keterlaluan ibarat pepatah dikasi hati minta jantung, Indonesia pun hilang kesabaran.

Indonesia : Bahhh... Makin menginjak-injak kau kutengok. Awas, kuambil juga nanti pulau atau kebudayaanmu juga....

Tapi, setelah berpikir panjang, Indonesia bingung. Pulau atau budaya apa yang bakal diambil dari Malaysia? Karena Malaysia bukan negara kepulauan, karena Malaysia juga tak berbudaya...

Indonesia : Baiklah... Kuambil saja UPIN dan IPIN-mu....

Malaysia : ??????